Apa yang Sebenarnya Diinginkan AS dari Iran?
Apa yang Sebenarnya Diinginkan AS dari Iran?
apa yang sebenarnya diinginkan Amerika Serikat dari Iran? Mengapa tak ada habisnya pembicaraan – Istanbul, Baghdad, dan Moskow – terkait isu nuklir Iran? Mengapa Barat menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Iran? Kenapa tampak tidak mungkin untuk mencapai kesepakatan sederhana dengan Iran yang memiliki hak untuk pengayaan uranium, sudah menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), mengeluarkan fatwa haram kepemilikan bom atom dan terus menerima inspeksi dari IAEA?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena pada April 2010, Presiden AS Barack Obama mengusulkan bahwa Iran harus mengangkut ke luar negeri 1.200 kilogram uranium yang diperkaya 5 persen. Uranium ini selanjutnya akan diperkaya sampai 20 persen di negara lain, misalnya Rusia. Uranium yang diperkaya 20 persen akan dibuat menjadi lempengan bahan bakar dan dikirim kembali ke Iran sebagai isotop untuk keperluan medis.
Di depan publik, Obama memang membuat usulan yang sangat masuk akal dan dalam sebuah pesan kepada pemerintah Brazil dan Turki, meminta mereka untuk meneruskan masalah tersebut. Oleh karena itu, pada Mei 2010, pejabat Brazil dan Turki mengajukan usulan tersebut kepada pemerintah Iran. Republik Islam menerimanya dan kesepakatan itu diumumkan dalam Deklarasi Tehran.
Anehnya, kemudian pemerintah Amerika dengan tegas menolak proposal yang diajukan oleh mereka sendiri. Luar biasa, karena tampak jelas arogansi negara adidaya itu dan Washington tidak pernah percaya bahwa Tehran akan menerima usulan tersebut.
Proposal itu benar-benar sebuah trik licik dengan maksud mengharapkan penolakan dari Iran sehingga Barat mengeksposnya sebagai langkah yang tidak masuk akal. Namun apa yang terjadi justru sebaliknya, AS yang telah bertindak tidak rasional.
Situasi ini semakin aneh, karena 16 badan intelijen Amerika mengatakan bahwa Iran tidak membangun bom atom, MI6 Inggris juga menyatakan hal yang sama, dan bahkan Mossad Israel menyetujui pandangan itu.
Keinginan besar Iran adalah mengikuti cita-cita Imam Khomaini ra yaitu, mencapai kemandirian budaya, politik dan ekonomi. Tekad Iran untuk mandiri merupakan tamparan bagi Barat, yang memposisikan dirinya sebagai penguasa dunia.
Apalagi, Iran dari hari ke hari aktif mengekspos kegagalan dan arogansi Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah. Langkah ini jelas merupakan bentuk penentangan langsung terhadap hegemoni AS.
Dalam kasus nuklir, AS tidak berniat mencapai kesepakatan mengenai pengayaan uranium. Washington justru berhasrat menghentikan kesepakatan apa pun, karena kesepakatan akan berarti bahwa AS tidak lagi memiliki alasan untuk menggertak, mengganggu, dan juga tidak ada alasan untuk mempertahankan sanksi tidak adil. Lebih buruk lagi – dari sudut pandang AS – perjanjian apapun akan menimbulkan pertanyaan krusial yaitu, mengapa AS tidak pernah mencoba untuk berurusan dengan senjata nuklir Israel, yang memiliki ratusan hulu ledak nuklir.
Singkatnya, keinginan sebenarnya AS adalah perubahan rezim. AS ingin menggulingkan Republik Islam. AS ingin menghancurkan sebuah rezim, yang mengekspos kelemahan negara adidaya itu. Secara khusus, AS ingin menghancurkan apa saja dan siapa saja, yang mengekspos rasisme dan fasisme Zionis Israel.[] Irib
apa yang sebenarnya diinginkan Amerika Serikat dari Iran? Mengapa tak ada habisnya pembicaraan – Istanbul, Baghdad, dan Moskow – terkait isu nuklir Iran? Mengapa Barat menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Iran? Kenapa tampak tidak mungkin untuk mencapai kesepakatan sederhana dengan Iran yang memiliki hak untuk pengayaan uranium, sudah menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), mengeluarkan fatwa haram kepemilikan bom atom dan terus menerima inspeksi dari IAEA?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena pada April 2010, Presiden AS Barack Obama mengusulkan bahwa Iran harus mengangkut ke luar negeri 1.200 kilogram uranium yang diperkaya 5 persen. Uranium ini selanjutnya akan diperkaya sampai 20 persen di negara lain, misalnya Rusia. Uranium yang diperkaya 20 persen akan dibuat menjadi lempengan bahan bakar dan dikirim kembali ke Iran sebagai isotop untuk keperluan medis.
Di depan publik, Obama memang membuat usulan yang sangat masuk akal dan dalam sebuah pesan kepada pemerintah Brazil dan Turki, meminta mereka untuk meneruskan masalah tersebut. Oleh karena itu, pada Mei 2010, pejabat Brazil dan Turki mengajukan usulan tersebut kepada pemerintah Iran. Republik Islam menerimanya dan kesepakatan itu diumumkan dalam Deklarasi Tehran.
Anehnya, kemudian pemerintah Amerika dengan tegas menolak proposal yang diajukan oleh mereka sendiri. Luar biasa, karena tampak jelas arogansi negara adidaya itu dan Washington tidak pernah percaya bahwa Tehran akan menerima usulan tersebut.
Proposal itu benar-benar sebuah trik licik dengan maksud mengharapkan penolakan dari Iran sehingga Barat mengeksposnya sebagai langkah yang tidak masuk akal. Namun apa yang terjadi justru sebaliknya, AS yang telah bertindak tidak rasional.
Situasi ini semakin aneh, karena 16 badan intelijen Amerika mengatakan bahwa Iran tidak membangun bom atom, MI6 Inggris juga menyatakan hal yang sama, dan bahkan Mossad Israel menyetujui pandangan itu.
Keinginan besar Iran adalah mengikuti cita-cita Imam Khomaini ra yaitu, mencapai kemandirian budaya, politik dan ekonomi. Tekad Iran untuk mandiri merupakan tamparan bagi Barat, yang memposisikan dirinya sebagai penguasa dunia.
Apalagi, Iran dari hari ke hari aktif mengekspos kegagalan dan arogansi Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah. Langkah ini jelas merupakan bentuk penentangan langsung terhadap hegemoni AS.
Dalam kasus nuklir, AS tidak berniat mencapai kesepakatan mengenai pengayaan uranium. Washington justru berhasrat menghentikan kesepakatan apa pun, karena kesepakatan akan berarti bahwa AS tidak lagi memiliki alasan untuk menggertak, mengganggu, dan juga tidak ada alasan untuk mempertahankan sanksi tidak adil. Lebih buruk lagi – dari sudut pandang AS – perjanjian apapun akan menimbulkan pertanyaan krusial yaitu, mengapa AS tidak pernah mencoba untuk berurusan dengan senjata nuklir Israel, yang memiliki ratusan hulu ledak nuklir.
Singkatnya, keinginan sebenarnya AS adalah perubahan rezim. AS ingin menggulingkan Republik Islam. AS ingin menghancurkan sebuah rezim, yang mengekspos kelemahan negara adidaya itu. Secara khusus, AS ingin menghancurkan apa saja dan siapa saja, yang mengekspos rasisme dan fasisme Zionis Israel.[] Irib
Comments
Post a Comment
Selamat Datang Di Blogspot Saya... semoga bermanfaat!!!