Allamah As'ad Sang Pembaharu dari Timur


Allamah As'ad (Pendiri As'adiyah)

Kelahiran Allamah As'ad bin Abdur Rasyid Al-Bugisy kemudian lebih dikenal dengan nama “Anregurutta puang haji Sade’ seorang ulama besar pendiri “Madrasah Arabiyah Islamiyah”, sekarang telah berganti nama “Madrasah As’adiyah_Pondok Pesantren As’adiyah”.

Beliau dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Tsani 1326 H. / 1907 M. Di kota Mekkah Al-Mukarramah.
Allamah As'ad Al-Bugisy adalah putera dari ayah bernama Abdul Rasyid Al-Bugisy, ibundanya bernama Shalihah binti Abdul Rahman Guru Teru Al-Bugisy. Dari nasab Ayah dan Ibundanya tercatat nama-nama ulama senior dari Bugis Indonesia yang lama bermukim di Mekkah pada abad 19 masehi.
Pada 1928, seorang guru dan ulama  berusia muda 21 tahun bernama Anregurutta puang Haji Sade’ mendirikan sebuah perguruan yang bergerak dibidang keagamaan, gerakan yang paling berpengaruh di abad kedua puluh yang mengarahkan kembali masyarakat dunia pada umumnya, masyarakat Bugis Indonesia pada khususnyaa ke tatanan Islam Murni. Sampai pada masa itu, seruan pembaruan Agama dan pemulihan Islam ke kedudukan sentralnya dalam masyarakat di kalangan muslim terdidik masih terbatas daya tariknya dan belum berkembang menjadi gerakan massa yang pro terhadap ajaran Islam.
Dalam perjalan hidup Allamah As'ad, adalah perintis dan pendiri lembaga dan sistem pendidikan yang berbasis Islam klasik  hingga Kontemporer, punya kepedulian untuk membangkitkan Islam tanpa harus mengorbankan apa yang mereka anggap sebagai esensinya. Karena beliau percaya dengan aktualisasi dan potensi dasar yang dimiliki Islam, beliau tak dapat mentolerir Islam sosio-budaya yang tidak mengandung ritus, ritual dan kewajiban keagamaan. Baginya, semua ucapan dan tindakan haruslah didasarkan pada penelitian saksama atas segenap bukti yang harus menjadi dasar dari setiap pendapat hukum dalam Islam. Baginya, lembaga ulama merupakan pembela historis Agama.
Allamah As'ad, dikenal karena berhasil mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan melahirkan kader-kader intelektual namun pun demikian tidak dikenal karena pemikirannya yang secara esensial tidak nampak.
Karena itu, jika ingin mengetahui riwayat hidupnya, kita perlu mempelajari Allamah As'ad dengan pikiran terbuka, dan membaca karya-karyanya yang berdasar pada sumber-sumber yang tak bergantung pada kata-katanya dan yang sezaman dengan hayatnya, bukan karya-karya yang sebagian besar bersifat mitos dan memuja pahlawan, yang lebih lazim mewarnai “Hagiografi” (kisah tentang hayat dan legenda wali atau tokoh) ketimbang sejarah akurat. Sekalipun mitologi yang sering mengelilinginya telah disingkirkan, Allamah As'ad tetap merupakan tokoh dengan gagasan-gagasan dan aktivitas-aktivitas yang penting, dan mempunyai pengaruh besar serta berkelanjutan.
Allamah As'ad merupakan salah satu tokoh yang pertama kali menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem penting muncul akibat jahiliaisme (kebobrokan akhlak akibat kebodohan) di abad ke dua puluh. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap jargon westernisasi (Barat) di lain pihak. Allamah As'ad menjadi sosok yang penuh dengan kharismatik, mampu memberi sebuah solusi alternatif di mana ditengah kebobrokan moral umat dan masyarakat wajo pada khususnya mampu menemukan nilai-nilai spiritualitas di dalam Islam. Allamah As'ad mampu dan bagi banyak muslim yang memujinya masih mampu mempengaruhi kaum Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam gagasan-gagasan kaum kapitalis Barat begitu saja. Karena seringnya melakukan perjalanan intelektual dan spritual di beberapa tempat di Timur Tengah, khususnya ketika berada di Mekkah dan Madinah, bahkan setelah banyak menimba ilmu di dua kawasan tersebut yang menjadi promotor dan perintis pembaruan Islam klasik hingga kemodernan, Allamah As'ad berencana hijrah ke tanah leluhurnya_Bugis untuk mengemukakan gagasan-gagasan kritisnya, pengaruh Allamah As'ad memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh banyak tokoh yang hidup dan mengemukakan gagasan-gagasannya hanya di satu tempat. Ini khususnya terjadi karena beberapa muridnya pada mulanya menerbitkan buku-buku agama, artikel-artikel perjalanan kesejarahannya walau dalam bahasa lokal_Bugis, bahasa yang paling penting di Daerah dan tanah leluhurnya. Artikel-artikel dan tulisan itu sendiri jadi berpengaruh, sehingga Allamah As'ad pun jadi ikut semakin berpengaruh pada skala yang lebih kecil. Di mana   kebanyakan murid pentingnya dikemudian hari tampil di arena. Terbukti kemudian dengan munculnya berbagai macam Pondok Pesantren yang didirikan oleh murid-muridnya.
Sebagai tokoh penggerak pembaharu Islam pertama ditanah leluhurnya, yang pengaruhnya dirasakan di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Selatan hingga Indonesia secara menyeluruh, Allamah As'ad memicu kecenderungan menolak Tradisionalisme Murni dan peradaban Barat yang begitu kental dengan propaganda-propagandanya. Meski Allamah As'ad di kemudian hari, sejak meninggalnya dikaitkan dengan khususnya Pergerakan Al-Muhahhidin Wahabiyah[1], tulisan dan pemikirannya haya menjadi bagian dari dasawarsa penting 1929-an. Dalam hidupnya dia mencurahkan berbagai sudut pandang yang dimilikinya untuk menghilangkan kemungkaran-kemungkaran. Dan pikirannya juga memiliki afinitas dengan berbagai kecenderungan di dunia muslim. Ini meliputi tradisionalisme Wahabi hingga modernitas Ahlussunnah wal Jama'ah yang diserukan oleh para gurunya di Makkah dan Madinah ; kebangkitan Islam konservatif hingga gerakan Islam Kontemporer yang diajukan oleh berbagai bentuk pengikut Allamah As'ad. Kendati pengaruh Allamah As'ad pada gerakan-gerakan ini sering dilebih-lebihkan, interpretasinya atas Islam dari sudut pandang konservatif hingga modern memperlihatkan pola pikir yang semakin populer di dunia muslim di tanah kelahiran para leluhurnya "Bugis".
Reputasi Allamah As'ad di tanah bugis melampaui zamannya. Dia jauh kurang dikenal pada masa hidup ketimbang setelah meninggalnya, lazimnya banyak tokoh sejarah yang berpengaruh pasca meninggalnya.
Berbagai biografi awal Allamah As'ad, yang ditulis dalam bahasa Bugis (lotr aogi) oleh murid-muridnya, agak dibelokkan atas kebijaksanaan tertentu, ditambah lagi di saat ketika akan menghadap ke Rabbul Alamin, Dia tidak ingin dipublikasikan tempat pemakamannya, yang dikhawatirkan adalah penokohan yang berlebihan sehingga akan menimbulkan pengkultusan yang berujung pada nilai-nilai Syirik. Karena setelah meninggalnya, Allamah As'ad justru semakin di tokohkan di dunia muslim Indonesia bahkan di dunia Islam Timur Tengah, maka kebanyakan  biografi dan karya lain yang ditulis mengenai dirinya semakin diwarnai sifat-sifat mitologi sejarah.

Pujian dan Penghargaan untuk Sang Pemimpin
                        Segenap ulama dan tokoh kepemerintahan di masanya mengakui keluhuran ilmu dan akhlaknya yang tercermin dalam kepribadiannya yang agung di cakrawala Sejarah Islam. Kami akan mengutip ucapan-ucapan mereka yang dinukil untuk mengambil berkah :
Dalam berbagai kitab yang ditulis para murid-muridnya dikatakan, “Beliau adalah sosok ulama terkemuka, faqih besar, pakar dibidang ilmu ushul dan sangat pandai di bidang ilmu kalam. Beliau adalah ulama yang mempunyai wawasan dan cakrawala jauh ke depan dan sangat luas ilmunya. Beliau termasuk unggul diantara para ulama yang ada di zamannya atau yang di zaman sesudahnya. Beliau mempunyai kemampuan analisis yang tajam dan tulisan-tulisannya yang berbobot. Mengenai hasil karya beliau berada pada urutan-urutan berikutnya.

Itulah merupakan sebagian kecil pujian-pujian pada beliau, padahal beliau sendiri tidak membutuhkan puji-pujian seperti itu. Namun pepatah mengatakan, “Bulan terkenal dengan substansi dan jejaknya”.
Beliau belajar agama dari ayahnya, kakeknya Abdur Rahman Guru Teru Albugisy, yang juga termasuk ulama kenamaan serta ulama-ulama yang ada di Mekah dan Madinah pada saat itu.
Suatu aliran di Saudi Arabia yang sangat besar pengaruhnya terhadap umat Islam yang dipelopori oleh seorang ulama besar yang bernama Muhammad Bin Abdul Wahab (1703 – 1787 M), pergerakan.

Karya-Karya Monumenatal
                        Pada lazimnya orang arif sama berfikir bahwa memindahkan dan mengabdikan  ilmu pengetahuan di rasa belum cukup tanpa meninggalkan karya tulis yang dapat ditelaah oleh generasi berikutnya sesudah wafatnya seorang ulama atau cendekiawan. Bertolak dari kesimpulan inilah sehingga Allamah As'ad guru kita juga tidak dapat luput dari usaha yang mulia ini. Maka di antara kesibukan beliau mengajar, mendidik dan memimpin Huffaz serta Da’wah kepada masyarakat luas, masih menyempatkan diri beliau untuk berkarya lewat tulisan, dapat dibuktikan dengan buku-buku karangannya sebagai berikut:
1.   IDHARUL HAQIQAH ; berbahasa Bugis. Di dalam berisi tentang aqidah-aqidah yang tidak benar , syirik dan aqidah yang benar.
2.      ASSIRATUN NABAWIYAH ; berbahasa Arab dan Bugis.
3.      KITABUL AQAAID ; berbahasa bugis.
4.      KITABUZ ZAKAH ; berbahasa Bugis dan Indonesia.
5.      ALKAOKABUL MUNIR ; dengan Syair dan Bait berbahasa Arab untuk pelajaran di sekolah.
6.      ILMU USHULIL FIQHI ; Berbahasa Arab dengan Syair dan bait-bait.
7.      TUHFATUL FAQIR ; berbahasa Arab, syarah dari kitab Kao okabul Munir.
8.      IRSYADUL AMMAH ; berbahasa Bugis tentang Shalat.
9.      AL IBRAHIMUL JALIYAH ; berbahasa Arab, Bugis dan Indonesia.
10. AL AJWIBATUL MARDIYYAH ; berbahasa Arab, Bugis dan Indonesia , tentang wajibnya khutbah Jum’at berbahasa Arab.
11.  TAFSIR SURATUN NABA ; berbahasa Bugis dan Indonesia.
12.  NIBRASUN NASIK ; berbahasa Bugis tentang Manasik Haji.
13.  SABILUS SAWAB ; berbahasa Bugis dan Indonesia, tentang puasa.
14.  MAJALAH ALMAUIZATUL HASANAH.

Prinsip Pemikiran dan Pandangan-pandangannya
Untuk menjelaskan prinsip pemikiran Allamah As'ad penulis tidak dapat memperoleh data secara langsung mengenai hal itu, karena tidak ada diantara murid beliau yang dapat mengemukakan secara jelas dan komprehensif, namun dalam pembahasan ilmiah hal tersebut sangat diperlukan untuk mengenal pribadi Allamah As'ad maupun dalam mengenang jasa-jasa beliau  dalam pengembangan agama Islam  dan pemurnian aqidah Islam di tanah kelahiran para leluhurnya.
Lotrhop Stondart pernah mengungkapkan bahwa "Seorang Ulama Bugis bernama Allamah As'ad mendirikan Madrasah As'adiyah dengan sepenuhnya menggunakan metode salaf, dan jiwa salaf dalam praktek kehidupan murid-muridnya[2].

Dari keterangan tersebut Allamah As'ad dikenal sebagai tokoh Salafiah karena selain menggunakan metode salaf juga terpengaruh prinsip pemikiran Wahabiyah di dalam memandang unsur-unsur yang dapat merusak aqidah Islam. Terbukti kemudian dengan kegigihannya dalam memberantas keberhalaan dan menumpasnya dengan penuh antusiasme.
Pada prinsipnya Allamah As'ad mengembangkan pola pembinaan dan pendidikan dengan menitik beratkan kepada pembinaan kemampuan berpikir dan menalar (dibaca ; analisa) serta memahami ajaran Islam dari sumber Aslinya. Sehingga dalam mengkaji sumber ajaran Islam original, Allamah As'ad kemudian  mengakomodir berbagai macam disiplin ilmu demi menjaga keotentikan ajaran Islam yang orisinil, diantaranya adalah Ilmu Nahwu, Syaraf, Ilmu Ushul Hadits, Ushul Tafsir, Balaghah, dan yang terpenting adalah Ilmu Mantiq.
Karena merasa memikul tanggung jawab dan tugas besar memperbarui pandangan dunia Islam yang dominan pada zamannya, rencana pembaruan dan pergerakan da'wah dan pendidikan Allamah As'ad menjadikan reinterpretasi Al-Qur'an dan kitab-kitab kuning (baca ; klasik) untuk dunia modern sangat urgen. Allamah As'ad merasa bahwa Al-Qur'an dan kitab-kitab Kuning harus memainkan peranan sentral dalam mengembangkan dan mengangkat masyarakat Bugis dan masyarakat dunia pada umumnya, memperbarui kondisi umat, dan menyodorkan peradaban Islam yang lebih dominan dan bermartabat. Dengan demikian, dia dapat menafsirkan Islam sebagai Champion kemajuan dan pembangunan akhlak suatu bangsa. Katanya, kembali ke Nash Al-Qur'an itu perlu dan mengkaji kitab-kitab kuning sebagai langkah progressif untuk membaca dan merenungkan makna dan pesannya.
Bagi Allamah As'ad yang paling urgen dan sangat mendasar dari kebangkitan bangsa merupakan kepercayaan pokok bahwa Al-Qur'an bersifat universal dan meliputi segalanya. Al-Qur'an tidak terbatas pada satu kaum saja. Namun Al-Qur'an berbicara kepada semua manusia. Sehingga kemudian Allamah As'ad menekankan beberapa hal berkaitan dengan  eksistensi Al-Qur'an : Pertama, Tauhid atau keesaan Allah dan segenap doktrinnya yang mengakui tindakan Allah menurunkan wahyu, mengutus para Nabi, dan relaitas hari kebangkitan serta balasan bagi manusia merupakan maksud utama diturunkan Al-Qur'an. Kedua, menafsirkan atau menta'wilkan Al-Qur'an harus otentik dan tidak menyimpan dari makna dan tujuan sebuah ayat, tak boleh menafsirkan Al-Quran sesuai keinginan dan menjadikan alat untuk mendapatkan keuntungan (Provit) pribadi. Ketiga, Allamah As'ad melihat bahwa Al-Qur'an mendorong manusia untuk meneliti dan memikirkan Wahyu, hukum serta prinsip yang mengatur alam semesta. Akal haruslah digunakan dalam menafsirkan Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an memang patut disebut sebagai kitab kebebasan berpikir, yang menghormati nalar, pengetahuan, dan menghormati pembentukan individu melalui penelitian dan perenungan. Keempat, Al-Qur'an adalah sumber utama untuk membuat aturan dan undang-undang bagi kelangsungan hidup bagi masyarakat. Allamah As'ad mendukung penggunaan akal dan ilmu pengetahuan dalam memahami nash, Allamah As'ad sebenarnya menekankan bahwa kehidupan sosial haruslah ditata dengan ajaran Islam (baca ; Al-Qur'an dan Hadits).
Allamah As'ad  percaya bahwa Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT. sebagai petunjuk menuju kebaikan dan kebahagiaan semua manusia di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pondasi pokok gerakan pembaharuan Allamah As'ad adalah Al-Qur'an, Hadits dan kitab-kitab Kuning. Kitab ini harus digunakan untuk membangkitkan semangat perjuangan masyarakat muslim. Setiap orang menghadap kepada Allah melalui wahyu, bukan melalui kuburan yang dikeramatkan dan dimitoskan. Dia menyerukan agar tradisi jahiliyah diganti dengan kehidupan yang berpusat pada Al-Qur'an dan nilai-nilai Tauhid, agar pemikiran klasik yang bernuansa skolastik diganti dengan teologi Al-Qur'an. Keyakinan, yang sesuai dengan watak kemanusiaan hanya dapat diperoleh lewat memperlajari Al-Qur'an dengan sungguh-sungguh dan akuntabel, tentu mampu berbicara untuk kepentingan umat, bukan dengan kaum elit saja. Pada sisi yang sama Allah menegaskan bahwa tak ada paksaan dalam Agama karena agama pun haruslah menjadi penyangga da'wah untuk membantu mengembangkan pemahaman atas Islam seperti itu.
Pemimpin agama yang baru, kata Allamah As'ad haruslah dilatih, pemimpin yang tidak meniru masa lalu begitu saja, dan juga tak ada hubungannya dengan interpretasi kaum tak bertuhan . pemimpin yang mampu memahami manfaat ilmu modern serta realitas hidup di dunia modern ini. Pemimpin seperti inilah yang diharapkan mampu mengangkat nilai-nilai Islam yang berada dalam sebuah sistem yang vakum, dan lebih menekankan substansial ketimbang ritual tradisonal yang skolastik.
Ulama juga bertindak sebagai orang yang menangkal serbuan pihak asing (baca ; kaum teroris).
Apakah mereka mau saja diperbudak oleh orang asing, Padahal mereka sebelumnya pernah jaya? Apa yang mereka cari dalam hidup. Aib dan hinaan, kemiskinan, penderitaan yang abadi ditangan penindas? Apa mereka menemukan keamanan di bawa pemerintahan asing? ... jika orang awam tak tahu ajaran Allah, apalagi alasan para ulama, bukankah tugas ulama adalah menjaga  hukumdan menjadi ahli dalam ajaran Allah? Kenapa mereka tidak berupaya menyatukan kaum muslim? Kenapa mereka tidak berupaya memperbaiki kerusakan? Mengapa mereka tidak menyampaikan apa yang dapat menguatkan harapan umat, dan meningatkan mereka akan janji Allah?[3]


Pendidikan
Salah satu isu penting yang pernah jadi perhatian Allamah As'ad sepanjang hayatnya dalam gerakan pembaharuannya di tanah kelahiran para leluhurnya adalah isu pendidikan. Baginya pendidikan itu super penting. Yang juga perhatiannya adalah mencari alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapinya pada saat diperhadapkan dengan persoalan pergolakan DI/TII. Ketika itu Allamah As'ad menyingkir keluar dari kota leluhurnya untuk menghindari korban yang berjatuhan. Program yang diajukan sebagai salah satu pondasi utama adalah memahami dan menggunakan Islam secara benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Dia mengkritik para missionaris yang dibangun oleh DI/TII yang berperang atas nama agama Islam namun dalam kenyataannya bukan nilai-nilai agama Islam yang mereka bawa.
Perhatiannya untuk memperbaharui pendidikan dan untuk mencari apa yang bermanfaat dari kota Kelahiran leluhurnya, juga diperkuat dengan keinginannya untuk membendung pengambilan tanpa kritis. Dia memperjuangkan pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung bahkan yang lebih penting adalah semuanya harus mendapat pendidikan agama agar tidak terjadi ketimpangan sosial dan penyimpangan-penyimpangan terhadap prilaku keseharian masyarakat itu sendiri.

Ditulis oleh :
Muhammad Nurdin Zainal,
dari berbagai sumber


[1] Bisfain. M, Kiyai Haji Muhammad As'ad ; Suatu Studi  tentang Peranannya dalam Da'wah di Daerah Bugis, Khusus di Wajo, Tc ; T.p, 1983, h. 50
[2] Lotrhop Stondart, The New World of Islam, diterjemahkan oleh Muljadi Djojo Martono dengan Judul Dunia Baru Islam, (Cet I ; Jakarta : t.p, 1966), h. 317
[3] Abduh, Al-Amal, dalam Muslimun, h. 58

Comments

Popular Posts