Agama & Keadilan


Sumber : Koleksi Pribadi
Sesungguhnya agama adalah gerakan keadilan sehingga kosa kata “keadilan” adalah manifestasi seluruh agama. Oleh karena itu, kita harus memperlakukan diri kita sendiri dengan penuh keadilan dan tidak menzaliminya dengan tindakan-tindakan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam jurang kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Atas dasar itu, setiap manusia yang beriman kepada Tuhannya, menaati-Nya dan hidup sejalan dengan ajaran-ajaran-Nya, maka ia adalah seorang yang berbuat adil dengan dirinya sendiri, karena (dengan itu) ia telah memfungsikannya di jalan yang dapat mewujudkan kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dengan demikian, hubungan manusia dengan Tuhannya adalah sebuah hubungan (yang didasari oleh) keadilan. Karena manusia yang mempercayai bahwa Allah SWT adalah Tuhan, Pencipta, pemberi nikmatnya, yang melapangkan segala urusannya, menjaga, membangkitkannya dan menguasai segala sesuatu, sudah selayaknya baginya untuk mengesakan-Nya dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, menaati-Nya dan tidak menentang-Nya, bergerak sejalan dengan kehendak-Nya dan tidak membangkang terhadap-Nya, dan mengerjakan segala yang mendatangkan keridhaan-Nya dan menjauhi segala menyebabkan kemurkaan-Nya. Hal itu karena di antara hak Allah atas para hamba-Nya adalah hendaknya mereka menghamba kepada-Nya sepenuh hati sesuai dengan hakikat rububiyah (yang dimilikinya) berdasarkan ayat yang berfirman, “Tidak berhak bagi seorang mukmin lali-laki dan wanita ketika Allah dan Rasul-Nya telah menentukan (hukum) sebuah perkara untuk menentukan pilihan (yang lain) berkenaan dengan perkara mereka itu." (Qs. Al-Ahzâb:36)
Dengan demikian, hak Allah atas hamba-Nya adalah hendaknya ia tunduk terhadap-Nya dalam segala sesuatu. Jika ia tidak tunduk terhadap-Nya, baik dengan jalan kufur, syirik mapun maksiat, maka ia telah menzalimi Tuhannya. Hal inilah yang dapat kita petik dari wasiat Lukman terhadap putranya, “Wahai putraku, jangan engkau mempersekutukan Allah, karena syirik itu adalah sebuah kezaliman yang sangat besar." (Qs. Luqman:13)
Begitu pula hubungan manusia dengan manusia yang lain adalah sebuah hubungan (yang didasari oleh) keadilan. Karena Allah telah menentukan hak bagi setiap manusia atas yang lain. Dengan demikian, kehidupan ini adalah (tempat perealisasian) hak-hak antar sesama manusia secara timbal-baik. Tidak ada seseorang pun yang memiliki hak absolut meskipun para nabi as. Hak mereka atas seluruh manusia adalah hendaknya mereka beriman kepada mereka, menyambut risalah mereka dan menolong mereka, dan hak seluruh manusia atas mereka adalah hendaknya mereka berdakwah, memberikan petunjuk, menyucikan dan mengajarkan (kehidupan) kepada mereka. Atas dasar itu, Allah SWT menuntut Nabi-Nya untuk menyampaikan hak umat manusia dalam bertabligh. Hal inilah yang dapat kita pahami dari firman Allah yang berbunyi, “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah Tuhanmu turunkan kepadamu, dan jika engkau tidak melakukan hal itu, niscaya engkau belum menyampaikan risalah-Nya”. (Qs. al-Mâidah:67) Ayat ini mengindikasikan bahwa tabligh adalah sebuah tugas beliau SAW yang mencerminkan hak umat manusia atas beliau untuk memberikan petunjuk, mengajari dan membersihkan (hati) mereka. Begitu juga halnya dengan para imam As dan ulama. Dan lebih dari itu, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa Allah sebagai pemilik hak absolut atas mereka dan tidak ada seorang pun yang memiliki hak atas-Nya, telah menganugerahkan hak kepada para hamba-Nya dalam firman-Nya, “Tepatilah janji-Ku niscaya Aku akan menepati janji kalian”. (Qs. Al-Baqarah:40)
Atas dasar itu, setiap orang yang menyampaikan hak orang lain kepadanya, ia telah berbuat adil kepadanya, dan setiap orang yang tidak menyampaikan hak orang lain kepadanya, ia telah bertindak lalim (kepadanya). Dan selanjutnya, semua hak tersebut bergerak di setiap bidangnya masing-masing (yang kadang-kadang) ia menjadi manifestasi keadilan dan (kadang-kadang pula) menjadi manifestasi kezaliman. Ketika kita melihat hubungan manusia dengan kehidupan dan lingkungan sekitarnya, kadang-kadang ia bertindak bijak terhadapnya dan kadang-kadang pula ia bertindak semena-mena atasnya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki tugas untuk mengembangkan kehidupan tersebut sesuai dengan kehendak Allah SWT supaya kehidupan itu berkembang, satu realita yang memberikan hak kepadanya atas manusia itu dan ia juga memberikan hak kepadanya atas kehidupan itu secara natural. Hal ini telah disinyalir oleh firman Allah yang berbunyi, “Kami telah mengutus para rasul Kami dengan (membawa) keterangan dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan mîzân supaya umat manusia berperilaku adil”.(Qs. Al-Hadîd:25) Di mana seluruh agama, misi (Ilâhî) dan para rasul as berkiprah (di dalam masyarakatnya) atas dasar keadilan.

Comments

Popular Posts