Filsafat sebagai Pengantar



Sumber Gambar : Google

Salah satu tema kajian yang paling penting dalam filsafat Islam adalah masalah Ideologi Ketuhanan. Dalam masalah tersebut, yang dikaji oleh para filosof muslim biasanya berkisar pada upaya menetapkan adanya Tuhan berdasarkan argumen rasional, hubungan zat Tuhan dengan sidat-sifat-Nya, hubungan Perbuatan Tuhan dengan Manusia, Hakikat Qadha dan Qadar Tuhan serta hakikat kejahatan dan hubungannya dengan Tuhan.
        Kajian filosofis yang dilakukan oleh para filosof muslim terhadap masalah ketuhanan di atas, tentunya memunculkan pertanyaan dibenak; mengapa para filosof muslim itu harus melakukan kajian filosofis terhadap persoalanTuhan? Bukankah telah jelas bahwa informasi tentang Tuhan dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya telah diuraikan secara gamblang dan komfrehensif dalam dua sumber utama dalam Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits! Tidak cukupkah uraian-uraian tentang Tuhan yang terekam dalam Al-Qur’an, sehingga diperlukan pencarian filosifis yang original dan rigit terhadap berbagai sumber yang ada?
Pertanyaan-pertanyaan di atas telah lama dijawab dengan dua alasan sederhana bahwa : pertama, para filosof muslim bukan karena tidak percaya akan kebenaran dan keotentikan informasi tentang Tuhan yang diberikan oleh Al-Qur’an, tapi bagi mereka, kebenaran informasi tentang Tuhan yang diberikan oleh Al-Qur’an itu perlu ditopang oleh argumentasi-argumentasi rasional yang berpijak pada kekuatan nalar akal. Kedua, perbincangan filosofis tentang Tuhan merupakan sebuah tuntutan tak terhindarkan dari disiplin ilmu filsafat yang mereka tekuni. Sebab, filsafat seperti yang ditegaskan oleh Louis Leahey, bahwa filsafat merupakan tehnik refleksif yang diterapkan pada apa yang di hayati.[1]
Berdasarkan dua alasan di atas, dapat dimengerti mengapa para filsofof muslim itu melakukan kajian filosofis tentang masalah Tuhan. Namun pada kenyataan yang lain para filosof muslim selalu tidak puas dengan apa yang telah diuraikan oleh para filosof sebelumnya tentang masalah ketuhanan. Sehingga kemudian, filosof muslim aktif melakukan kajian-kajian yang lebih berani dan terbuka demi membangun dan menjaga khasanah intelektual Islam yang hari ini kajian filsafat dan keilmuan mulai meredup.
Mengkaji filsafat sebagian orang menganggap bahwa filsafat hanya akan mengantarkan menuju kekafiran. Yang pada akhirnya akan membinasakan manusia sendiri. Menurutnya ketika manusia telah banyak menggeluti filsafat maka ia akan kehilangan keyakinan yang kokoh terhadap kebesaran Ilahi. Namun, di sisi lain ia tak menyadari bahwa bahwa untuk membangun sebuah keyakinan perlu pengetahuan dasar yang kemudian dikenal dengan istilah epistemologi.
Pada dasarnya keyakinan itu terbagi dua : jenis pertama keyakinan tanpa didahului oleh keraguan dimana keyakinan seperti ini sangat rapuh karena tidak dilandasi dengan filsafat (pemahaman). Jenis kedua adalah keyakinan setelah melalui keraguan, keyakinan semacam ini sangat kokoh karena sudah dilandasi dengan proses pemahaman dan pengetahuan[2].
Sang Bapak Monoteisme, Nabi Ibrahim a.s. membuktikan Eksistensi Tuhan-Nya setelah melewati dan melalui berbagai keraguan, bukan dengan kata “yakin saja”.


[1]  Ahmad Muchaddam Fahham, Tuhan Dalam Filsafat Allamah Thabathabai (Cet.I ; Jakarta Selatan : Teraju, 2004) h. 2
[2] Andi Rahmat Munawar, Makalah, Wacana 16 ; Menggapai Tuhan dengan Akal, 16 Januari 2001.

Comments

Popular Posts