INVASI DUNIA BARAT KE DUNIA ISLAM




A.      Latar Belakang Masalah

Abad pertengahan dalam sejarah Islam, ialah periode kisaran waktu antara tahun 1250 – 1800 M.[1] Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M. Ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri sistem kekhalifahan Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan masa awal dari kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khasanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap  di bumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.[2]
Sebagai akibat dari serangan bangsa Mongol tersebut, situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan mengalami masa-masa sulit yang akhirnya merosot. Wilayah kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa negara independen, yang masing-masing memperkuat dan berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan negerinya. Bahkan tak jarang terjadi peperangan antara negara-negara Islam yang telah berdiri di masing-masing wilayah itu. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Derita yang dihadapi dunia Islam tidak berhenti sampai situ.
Situasi yang terjadi di dunia Islam seperti ini berdampak negatif yang sangat luar biasa terhadap perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam. Umat Islam tidak mampu lagi bangkit untuk menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban yang dulunya pernah dikembangkan oleh umat Islam sebelum mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana mempertahankan wilayah kekuasaannya. Mereka tidak lagi memikirkan kemajuan peradaban dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga akhirnya orang-orang Barat mencoba menggunakan kesempatan itu untuk menjajah dunia Islam dengan berbagai cara. Semua kelemahan dunia Islam dimanfaatkan oleh mereka untuk mengeksploitasi dunia Islam itu sendiri.[3]



B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami rumuskan item masalah yang akan dibahas pada penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana kondisi dunia Islam sebelum kedatangan para penjajah bangsa barat?
2.      Apa motivasi dan tujuan bangsa barat menginvasi dunia Islam?
3.      Bagaimana dampak invasi bangsa barat atas dunia Islam ?


C.      Gambaran Dunia Islam

Setelah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang, Islam mengalami kemajuan. Dinamika sejarah mengalami pasang surut. Semua itu merupakan bukti dari perkembangan sejarah  Islam dari masa ke masa.
Semangat Islam dari kaumnya sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam. Semangat itu telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW. Sejak awal perkembangan ajaran Islam hingga mencapai puncak kejayaannya. Ketinggian peradaban Islam juga didorong oleh adanya gerakan memperluas wilayah kekuasaan Islam. Di zaman Rasulullah ketika daerah Islam baru meliputi wilayah Arab, Peradaban Islam baru mempunyai corak bangsa Arab. Akan tetapi setelah zaman khulafaurrasyidin, Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah, bangsa-bangsa yang bernaung dibawah panji Islam menjadi aneka suku bangsa dengan aneka corak peradabannya.
Oleh karena itu, corak peradaban meliputi berbagai jenis, sesuai dengan corak peradaban bangsa yang dikuasai. Namun semuanya dapat dipadukan dalam satu payung peradaban besar, yaitu peradaban Islam.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam terjadi melalui berbagai proses akulturasi antara berbagai peradaban yang ada dibawah kekuasaan Islam dengan memasukkan ajaran Islam tanpa merubah sisi penting yang dimiliki oleh peradaban tersebut.
Namun, setelah kota Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol peradaban Islam yang dulunya mencapai puncak kejayaannya, bukan hanya mengakhiri sistem kekhalifahan Abbasiyah dan dinasti-dinasti yang muncul kemudian. Tetapi juga merupakan awal keruntuhan dan kemunduran politik dan peradaban Islam yang sangat kaya akan khazanah ilmu pengetahuan pasca penyerangan bangsa mongol.
Serangan bangsa Mongol akhirnya mampu melumpuhkan situasi politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan Islam. Wilayah kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa bagian, diantara bagian-bagian itu hanya memperkuat dan berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan wilayahnya saja. Bahkan tak jarang mereka berperang antara satu dengan lainnya.
Serangan bangsa Mongol itu tidak hanya sampai di situ. Situasi politik di kerajaan Islam Turki Usmani tidak menentu setelah meninggalnya Sultan Sulaiman al-Qanuni tahun 1566 M. Kerajaan Usmani tidak lagi memiliki sultan-sultan yang kuat. Kerajaan ini mulai mengalami masa kemunduran pada abad ke 18 M. Di dalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti pemberontakan di Syiria dibawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Libanon dibawah pimpinan Druze Amir Fakhruddin[4].
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa segan untuk menyerang atau menguasai wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam. Namun kekalahan besar Turki Usmani dalam peperangan di Wina pada tahun 1683 M, membuka mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar mengalami kemunduran jauh sekali[5].
Sejak kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan Turki Usmani menyadari akan kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilaksanakan dengan mengirim duta-duta ke negara Eropa, terutama Perancis, untuk mempelajari kemajuan mereka dari dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Muhamad diutus ke Paris dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-parbik, benteng-benteng pertahanan dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian memberi laporan tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Laporan-laporan tersebut mendorong Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M) untuk memulai pembaharuan. Untuk tujuan itu, didatangkanlah ahli-ahli militer Eropa, salah satunya adalah De Rochefort, Pada tahun 1717, ia datang ke Istambul dalam rangka membentuk korps artileri dan melatih tentara Usmani dalam ilmu-ilmu kemiliteran modern.[6]
Usaha pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada bidang milliter. Dalam bidang-bidang lain pembaharuan juga dilaksanakan, seperti pembukaan percetakan di Istanbul pada tahun 1737 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki, sebagaimana telah dilakukan oleh para penguasa Abbasiyah ketika menerjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Turki Usmani, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan tersebut karena kelemahan raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya sudah menurun. Di samping itu, keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan, tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor terpenting yang menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan adalah karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana politik kerajaan Turki Usmani menolak pembaharuan.
Usaha pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah Sultan Mahmud II membubarkan tentara Yenissari pada tahun 1826 M. Struktur kerajaan dirombak, lembaga-lembaga pendidikan moderen didirikan, buku-buku Barat diterjemahkan, siswa berbakat dikirim belajar ke Eropa, dan sekolah-sekolah kemiliteran didirikan. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil yang diperoleh dari gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil menghentikan gerakan Barat terhadap dunia Islam. Selama abad ke-18, Barat menyerang wilayah kekuasaan Turki Usmani di Eropa Timur. Akhir dari serangan itu adalah ditandatanganinya Perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian Berlin (Juli 1878 M), antara kerajaan Turki Usmani dengan Rusia.
Ketika perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan Jerman yang kemudian mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu kekuasaan kerajaan Turki semakin ambruk. Partai Persatuan dan Kemajuan memberontak kepada Sultan dan dapat menghapuskan kekhalifahan Usmani, kemudian membentuk Turki modern.
Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan Turki Usmani di Asia dan Afrika melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini disebabkan timbulnya nasionalisme pada bangsa-bangsa yang ada di bawah kekuasaan Turki. Bangsa Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan Barat untuk kemerdekaan tanah airnya, bangsa Kurdi di pegunugan dan Arab di padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk melepaskan diri dari cengkeraman penguasa Turki Usmani.

D.      Motivasi dan Tujuan Barat Menjajah Dunia Islam

Kemajuan yang telah dicapai bangsa Barat dewasa ini sebenarnya mempunyai kaitan yang erat dengan perkembangan  peradaban Islam baik ketika Islam mencapai kemajuan di Eropa ataupun kemajuan yang dicapai dunia Islam di Bagdad. Bangsa barat banyak berhutang budi kepada para ilmuan muslim yang telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelemahan dan kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa Barat untuk bangkit dan bergerak menuju ke arah negara-negara Islam untuk menguasai dan menjajahnya. Motivasi mereka menjajah dunia Islam adalah faktor ekonomi, politik dan agama. Hal ini terlihat dari cara mereka melakukan interaksi dengan dunia Islam pada awal-awal kedatangannya. Mereka datang dengan dalih untuk berdagang dan mencari rempah-rempah di timur. Akhirnya mereka terangsang oleh keuntungan besar dan ambisi yang kuat, sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem ekonomi dan politik negara-negara Islam yang dikuasainya.
Pada saat yang sama, dunia Islam terus dilanda pergolakan dan kemorosatan di berbagai bidang, sehingga negara-negara Islam tidak mampu bersaing dengan bangsa Barat yang didukung  oleh kekuatan militer yang tangguh. Saat itulah dunia Islam berada dalam kekuasaan kaum penjajah Barat.
Setelah bangsa-bangsa Barat menguasai sistem ekonomi dan politik negara-negara Islam, terdapat negara Barat yang menjajah dunia Islam yang melakukan penyebaran agama Kristen melalui missionarisnya. Penjajahan bangsa Barat dipelopori oleh Spanyol, dan Portugis mempunyai tujuan yang hampir sama, disamping mencari daerah bahan mentah dan bahan baku serta daerah penanaman modal asingnya, mereka juga berusaha menyebarkan agamanya diwilayah jajahannya, walaupun tidak segencar yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis.
Mereka punya semboyang, Gold adalah semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya. Glory adalah semangat untuk mencapai kejayaan dan kekuasaan. Gospel adalah semangat menyebarkan keyakinannya di masyarakat terjajah. Semboyang ini juga dikenal dengan istilah reconquesta yang berarti semangat balas dendam.
Dengan demikian, motivasi bangsa barat dalam menjajah negara-negara Islam selain motivasi ekonomi dan politik juga memiliki motivasi agama. Masyarakat Islam yang berada dibawah kekuasaan bangsa-bangsa Barat ditekan dengan sangat luar biasa sehingga tidak sedikit umat Islam yang melarikan diri bahkan bertahan dengan melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajah Barat tersebut. Gerak dan langkah dunia Islam selalu diawasi sedemikian rupa, sehingga umat Islam tidak dapat mengembangkan peradabannya. Dunia Islam akan diubah budayanya agar berprilaku dan berperadaban seperti mereka.[7]

E.       Dampak Invasi Barat Terhadap Dunia Islam

Sebagai akibat perang yang berkepanjangan, susunan masyarakat Islam menjadi terganggu yang pada akhirnya melemah. Sebab segala daya dan kekuatan yang dimiliki terkuras untuk mempertahankan kekuasaan umat Islam. Semua itu membutuhkan kekuatan ekonomi. Jika ekonomi terus dipergunakan untuk kepentingan peperangan, maka stabilitas perekonomian terganggu. Jika perekonomian terganggu, maka kehidupan masyarakat tidak akan menentu. Artinya bahwa stabilitas politik sangat menentukan bagi stabilitas dalam bidang-bidang lainnya, seperti sosial, ekonomi dan juga peradaban umat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar dari Eropa[8].
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam[9].
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas.
Persatuan antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada masa Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
a.      Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
b.      Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan[10].
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan.
Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M[11].
Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992[12].

 Kesimpulan
Serangan bangsa Mongol ke Bagdad merupakan awal penetrasi Barat terhadap dunia Islam yang selanjutnya membawa kaum muslimin berada dalam jajahan negara-negara Barat. Karena mulai sinilah kaum muslimin banyak mengalami kerugian, baik kerugian yang bersifat material seperti banyaknya wilayah Islam yang direbut Barat, diduduki dan dikuasai, juga kerugian non material yang berupa mulai hilangnya peradaban Islam dan mulai masuknya peradaban-peradaban Barat.
Selain hal diatas yang melatarbelakangi penjajahan Barat adalah faktor ekonomi dan politik. Bentuk-bentuk penjajahan barat terhadap dunia Islam berupa penyerangan, penaklukan, sehingga banyak wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke negara-negara Barat. Juga berupa penindasan, penghisapan dan perbudakan. Dengan dasar itu lahir Semboyang bangsa Barat yaitu sebagai berikut :
a.      Gold adalah semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya.
b.      Glory adalah semangat untuk mencapai kejayaan dan kekuasaan.
c. Gospel adalah semangat menyebarkan keyakinannya di masyarakat terjajah. Semboyang ini juga dikenal dengan istilah reconquesta yang berarti semangat balas dendam.
Penjajahan Barat ternyata membawa implikasi yang sangat luas terhadap perkembangan peradaban Islam baik peradaban material yang berupa tehnologi baru, maupun peradaban mental. Penjajahan Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang mana bertujuan untuk memurnikan agama Islam dari pengaruh asing dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan Barat.



[1]. H.A. Wahid Sy. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah, (Edisi I ; Bandung : CV.Armico, 2009), h. 69

[2]. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah Kelas 3, (t.e. ; Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1994), h. 155

[3]Ibid, Murodi, h. 157

[4]Ibid, Murodi, h. 95

[5]. Ibid, Murodi, h. 96. Lihat juga Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani, (Jakarta : Kalam Mulia, 1988)

[6]. Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam I, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1979)

[7]. Op.Cit, Murodi, h. 158-159

[8] . Ali Velayati, Pasang Surut Peradaban Islam, Jurnal Al-Huda Vol. III no. 12, 2006 : h. 59 - 96

[9]. Op.Cit, Murodi, h. 189

[10]. William Montgomery Watt, Islam, A Short History diterjemahkan oleh Imran Rosjadi dengan judul Islam, (Cet. I ; Yogyakarta : Jendela, 2002), h. 163 - 186

[11]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 187 - 189


[12].  Ibid, Badri Yatim, h. 189

Comments

Popular Posts