INVASI DUNIA BARAT KE DUNIA ISLAM
Abad pertengahan dalam
sejarah Islam, ialah periode kisaran waktu antara tahun 1250 – 1800 M.[1] Jatuhnya
kota Bagdad pada tahun 1258 M. Ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
sistem kekhalifahan Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan masa awal dari
kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan
dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khasanah ilmu pengetahuan itu ikut
pula lenyap di bumihanguskan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.[2]
Sebagai akibat dari
serangan bangsa Mongol tersebut, situasi sosial, politik, ekonomi dan
kebudayaan mengalami masa-masa sulit yang akhirnya merosot. Wilayah kekuasaan
Islam terpecah menjadi beberapa negara independen, yang masing-masing
memperkuat dan berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan negerinya. Bahkan tak
jarang terjadi peperangan antara negara-negara Islam yang telah berdiri di
masing-masing wilayah itu. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam
banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Derita yang dihadapi
dunia Islam tidak berhenti sampai situ.
Situasi yang terjadi di
dunia Islam seperti ini berdampak negatif yang sangat luar biasa terhadap
perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam. Umat Islam
tidak mampu lagi bangkit untuk menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dan
peradaban yang dulunya pernah dikembangkan oleh umat Islam sebelum mereka.
Mereka hanya memikirkan bagaimana mempertahankan wilayah kekuasaannya. Mereka
tidak lagi memikirkan kemajuan peradaban dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hingga akhirnya orang-orang Barat mencoba menggunakan kesempatan itu
untuk menjajah dunia Islam dengan berbagai cara. Semua kelemahan dunia Islam
dimanfaatkan oleh mereka untuk mengeksploitasi dunia Islam itu sendiri.[3]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas kami rumuskan item masalah yang akan dibahas pada
penulisan makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana kondisi dunia Islam sebelum kedatangan para penjajah bangsa
barat?
2. Apa motivasi dan tujuan bangsa barat menginvasi dunia Islam?
3. Bagaimana dampak invasi bangsa barat atas dunia Islam ?
C. Gambaran Dunia Islam
Setelah mengalami
perjalanan sejarah yang cukup panjang, Islam mengalami kemajuan. Dinamika
sejarah mengalami pasang surut. Semua itu merupakan bukti dari perkembangan
sejarah Islam dari masa ke masa.
Semangat Islam dari kaumnya
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam.
Semangat itu telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW. Sejak awal perkembangan
ajaran Islam hingga mencapai puncak kejayaannya. Ketinggian peradaban Islam
juga didorong oleh adanya gerakan memperluas wilayah kekuasaan Islam. Di zaman
Rasulullah ketika daerah Islam baru meliputi wilayah Arab, Peradaban Islam baru
mempunyai corak bangsa Arab. Akan tetapi setelah zaman khulafaurrasyidin,
Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah, bangsa-bangsa yang bernaung dibawah
panji Islam menjadi aneka suku bangsa dengan aneka corak peradabannya.
Oleh karena itu, corak
peradaban meliputi berbagai jenis, sesuai dengan corak peradaban bangsa yang
dikuasai. Namun semuanya dapat dipadukan dalam satu payung peradaban besar,
yaitu peradaban Islam.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam terjadi melalui
berbagai proses akulturasi antara berbagai peradaban yang ada dibawah kekuasaan
Islam dengan memasukkan ajaran Islam tanpa merubah sisi penting yang dimiliki
oleh peradaban tersebut.
Namun, setelah kota
Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol peradaban Islam yang dulunya mencapai
puncak kejayaannya, bukan hanya mengakhiri sistem kekhalifahan Abbasiyah dan
dinasti-dinasti yang muncul kemudian. Tetapi juga merupakan awal keruntuhan dan
kemunduran politik dan peradaban Islam yang sangat kaya akan khazanah ilmu
pengetahuan pasca penyerangan bangsa mongol.
Serangan bangsa Mongol
akhirnya mampu melumpuhkan situasi politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan
Islam. Wilayah kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa bagian, diantara
bagian-bagian itu hanya memperkuat dan berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan
wilayahnya saja. Bahkan tak jarang mereka berperang antara satu dengan lainnya.
Serangan bangsa Mongol
itu tidak hanya sampai di situ. Situasi politik di kerajaan Islam Turki Usmani
tidak menentu setelah meninggalnya Sultan Sulaiman al-Qanuni tahun 1566 M.
Kerajaan Usmani tidak lagi memiliki sultan-sultan yang kuat. Kerajaan ini mulai
mengalami masa kemunduran pada abad ke 18 M. Di dalam negeri timbul
pemberontakan-pemberontakan, seperti pemberontakan di Syiria dibawah pimpinan
Kurdi Jumbulat, di Libanon dibawah pimpinan Druze Amir Fakhruddin[4].
Kemajuan-kemajuan
Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan Usmani
menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan
tetapi nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa segan untuk menyerang atau
menguasai wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam. Namun
kekalahan besar Turki Usmani dalam peperangan di Wina pada tahun 1683 M,
membuka mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar mengalami kemunduran
jauh sekali[5].
Sejak
kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan Turki Usmani menyadari akan
kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilaksanakan
dengan mengirim duta-duta ke negara Eropa, terutama Perancis, untuk mempelajari
kemajuan mereka dari dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Muhamad diutus ke Paris
dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-parbik, benteng-benteng pertahanan
dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian memberi laporan tentang kemajuan
teknik, organisasi angkatan perang modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial
lainnya. Laporan-laporan tersebut mendorong Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M)
untuk memulai pembaharuan. Untuk tujuan itu, didatangkanlah ahli-ahli militer
Eropa, salah satunya adalah De Rochefort, Pada tahun 1717, ia datang ke
Istambul dalam rangka membentuk korps artileri dan melatih tentara Usmani dalam
ilmu-ilmu kemiliteran modern.[6]
Usaha
pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada bidang milliter. Dalam
bidang-bidang lain pembaharuan juga dilaksanakan, seperti pembukaan percetakan
di Istanbul pada tahun 1737 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan.
Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki,
sebagaimana telah dilakukan oleh para penguasa Abbasiyah ketika menerjemahkan
buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Meskipun
demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Turki
Usmani, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab
kegagalan tersebut karena kelemahan raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya
sudah menurun. Di samping itu, keuangan negara yang terus mengalami
kebangkrutan, tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor terpenting yang
menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan adalah karena ulama dan tentara
Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana politik kerajaan Turki
Usmani menolak pembaharuan.
Usaha
pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah Sultan Mahmud II
membubarkan tentara Yenissari pada tahun 1826 M. Struktur kerajaan dirombak,
lembaga-lembaga pendidikan moderen didirikan, buku-buku Barat diterjemahkan,
siswa berbakat dikirim belajar ke Eropa, dan sekolah-sekolah kemiliteran
didirikan. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil yang
diperoleh dari gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil menghentikan gerakan
Barat terhadap dunia Islam. Selama abad ke-18, Barat menyerang wilayah
kekuasaan Turki Usmani di Eropa Timur. Akhir dari serangan itu adalah
ditandatanganinya Perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian Berlin
(Juli 1878 M), antara kerajaan Turki Usmani dengan Rusia.
Ketika
perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan Jerman yang kemudian
mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu kekuasaan kerajaan Turki semakin
ambruk. Partai Persatuan dan Kemajuan memberontak kepada Sultan dan dapat
menghapuskan kekhalifahan Usmani, kemudian membentuk Turki modern.
Di
pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan Turki Usmani di Asia dan
Afrika melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini disebabkan timbulnya
nasionalisme pada bangsa-bangsa yang ada di bawah kekuasaan Turki. Bangsa
Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan
Barat untuk kemerdekaan tanah airnya, bangsa Kurdi di pegunugan dan Arab di
padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk melepaskan diri dari
cengkeraman penguasa Turki Usmani.
D. Motivasi dan Tujuan Barat Menjajah Dunia Islam
Kemajuan yang telah
dicapai bangsa Barat dewasa ini sebenarnya mempunyai kaitan yang erat dengan
perkembangan peradaban Islam baik ketika
Islam mencapai kemajuan di Eropa ataupun kemajuan yang dicapai dunia Islam di
Bagdad. Bangsa barat banyak berhutang budi kepada para ilmuan muslim yang telah
berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelemahan dan
kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa Barat untuk bangkit dan
bergerak menuju ke arah negara-negara Islam untuk menguasai dan menjajahnya.
Motivasi mereka menjajah dunia Islam adalah faktor ekonomi, politik dan agama.
Hal ini terlihat dari cara mereka melakukan interaksi dengan dunia Islam pada
awal-awal kedatangannya. Mereka datang dengan dalih untuk berdagang dan mencari
rempah-rempah di timur. Akhirnya mereka terangsang oleh keuntungan besar dan
ambisi yang kuat, sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem
ekonomi dan politik negara-negara Islam yang dikuasainya.
Pada saat yang sama,
dunia Islam terus dilanda pergolakan dan kemorosatan di berbagai bidang,
sehingga negara-negara Islam tidak mampu bersaing dengan bangsa Barat yang
didukung oleh kekuatan militer yang tangguh.
Saat itulah dunia Islam berada dalam kekuasaan kaum penjajah Barat.
Setelah bangsa-bangsa
Barat menguasai sistem ekonomi dan politik negara-negara Islam, terdapat negara
Barat yang menjajah dunia Islam yang melakukan penyebaran agama Kristen melalui
missionarisnya. Penjajahan bangsa Barat dipelopori oleh Spanyol, dan Portugis
mempunyai tujuan yang hampir sama, disamping mencari daerah bahan mentah dan
bahan baku serta daerah penanaman modal asingnya, mereka juga berusaha
menyebarkan agamanya diwilayah jajahannya, walaupun tidak segencar yang
dilakukan oleh Spanyol dan Portugis.
Mereka punya semboyang,
Gold adalah semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya. Glory adalah
semangat untuk mencapai kejayaan dan kekuasaan. Gospel adalah semangat
menyebarkan keyakinannya di masyarakat terjajah. Semboyang ini juga dikenal
dengan istilah reconquesta yang berarti semangat balas dendam.
Dengan demikian,
motivasi bangsa barat dalam menjajah negara-negara Islam selain motivasi
ekonomi dan politik juga memiliki motivasi agama. Masyarakat Islam yang berada
dibawah kekuasaan bangsa-bangsa Barat ditekan dengan sangat luar biasa sehingga
tidak sedikit umat Islam yang melarikan diri bahkan bertahan dengan melakukan
perlawanan terhadap kekuatan penjajah Barat tersebut. Gerak dan langkah dunia
Islam selalu diawasi sedemikian rupa, sehingga umat Islam tidak dapat
mengembangkan peradabannya. Dunia Islam akan diubah budayanya agar berprilaku
dan berperadaban seperti mereka.[7]
E. Dampak Invasi Barat Terhadap Dunia Islam
Sebagai akibat perang
yang berkepanjangan, susunan masyarakat Islam menjadi terganggu yang pada
akhirnya melemah. Sebab segala daya dan kekuatan yang dimiliki terkuras untuk
mempertahankan kekuasaan umat Islam. Semua itu membutuhkan kekuatan ekonomi.
Jika ekonomi terus dipergunakan untuk kepentingan peperangan, maka stabilitas
perekonomian terganggu. Jika perekonomian terganggu, maka kehidupan masyarakat
tidak akan menentu. Artinya bahwa stabilitas politik sangat menentukan bagi
stabilitas dalam bidang-bidang lainnya, seperti sosial, ekonomi dan juga
peradaban umat.
Sebagaimana
telah disebutkan di atas, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa
telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.
Hal ini dirasakan dan disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah
yang pertama dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu
memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar dari Eropa[8].
Gerakan
pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang
tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya
didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru
disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin
al-Afghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan
dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk
memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha
membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu,
al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam[9].
Semangat
Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk mengundang
al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari
negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut
menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat
banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup,
terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang
Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru
mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.
Gagasan
nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam
melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat
oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga
pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada
mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam, karena dipandang
tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini
berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di
Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin
al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah
Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat,
sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu
terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait.
Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk
mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di
India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal
dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah
seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali
khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer
adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India.
Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar
tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan oleh kelompok
Hindu yang mayoritas.
Persatuan
antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu,
umat Islam di anak benua India tidak lagi semangat menganut nasionalisme,
tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme.
Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan
bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya
sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad
Khan, kemudian mengkristal pada masa Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai
politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan
negara merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang
melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam
beberapa bentuk kegiatan antara lain:
a. Gerakan politik, baik dalam
bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
b. Pendidikan dan propaganda dalam
rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan[10].
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia
merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul
oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya
di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk
Pakistan.
Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun
pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada
tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956,
Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan
diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman
selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara,
Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris
tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M[11].
Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari
penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada
tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang dulunya bersatu dalam Uni
Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan
Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada
tahun 1992[12].
Kesimpulan
Serangan bangsa Mongol
ke Bagdad merupakan awal penetrasi Barat terhadap dunia Islam
yang selanjutnya membawa kaum muslimin berada dalam jajahan negara-negara
Barat. Karena mulai sinilah kaum muslimin banyak mengalami kerugian,
baik kerugian yang bersifat material seperti banyaknya wilayah Islam yang
direbut Barat, diduduki dan dikuasai, juga kerugian non material yang berupa
mulai hilangnya peradaban Islam dan mulai masuknya peradaban-peradaban Barat.
Selain
hal diatas yang melatarbelakangi penjajahan Barat adalah faktor ekonomi dan
politik. Bentuk-bentuk penjajahan barat terhadap dunia Islam berupa
penyerangan, penaklukan, sehingga banyak wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke
negara-negara Barat. Juga berupa penindasan,
penghisapan dan perbudakan. Dengan dasar itu lahir Semboyang bangsa Barat yaitu
sebagai berikut :
a. Gold adalah semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya.
b. Glory adalah semangat untuk mencapai kejayaan dan kekuasaan.
c. Gospel adalah semangat menyebarkan keyakinannya di masyarakat terjajah. Semboyang
ini juga dikenal dengan istilah reconquesta yang berarti semangat balas
dendam.
Penjajahan
Barat ternyata membawa implikasi yang sangat luas terhadap perkembangan
peradaban Islam baik peradaban material yang berupa tehnologi baru, maupun
peradaban mental. Penjajahan Barat juga memicu
gerakan pembaharuan dalam Islam, yang mana bertujuan untuk memurnikan agama
Islam dari pengaruh asing dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu
pengetahuan Barat.
[1]. H.A. Wahid
Sy. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah, (Edisi I ;
Bandung : CV.Armico, 2009), h. 69
[2]. Murodi, Sejarah
Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah Kelas 3, (t.e. ; Semarang : PT.
Karya Toha Putra, 1994), h. 155
[3]. Ibid, Murodi, h. 157
[4]. Ibid, Murodi, h. 95
[5]. Ibid, Murodi,
h. 96. Lihat juga Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam : Imperium Turki
Usmani, (Jakarta : Kalam Mulia, 1988)
[6]. Ahmad
Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam I, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1979)
[7]. Op.Cit, Murodi,
h. 158-159
[8] . Ali
Velayati, Pasang Surut Peradaban Islam, Jurnal Al-Huda Vol. III no. 12,
2006 : h. 59 - 96
[9]. Op.Cit, Murodi,
h. 189
[10].
William
Montgomery Watt, Islam, A Short History diterjemahkan oleh Imran Rosjadi
dengan judul Islam, (Cet. I ; Yogyakarta : Jendela, 2002), h. 163 - 186
[11]. Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 187 - 189
Comments
Post a Comment
Selamat Datang Di Blogspot Saya... semoga bermanfaat!!!