Membincang Tradisi Pesantren Versus Modernitas

Pesantren di abad ini, memunculkan beragam informasi yang kontras ada yang menyenangkan dan ada pula yang menyedihkan. Salah satu kabar yang menyenangkan adalah pengakuan publik terhadap kualitas masyarakat pesantren yang kian hari kian melambung tinggi, seiring tampilnya beberapa icon tokoh-tokoh nasional dengan backbround santri. Sementara kabar yang paling menyedihkan adalah munculnya kecurigaan dunia luar terhadap dunia pesantren yang ditenggarai lahirnya gerakan terorisme radikal.

Lepas dari itu semua, bahwa pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan tertua di Indonesia, merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi siapapun yang ingin menelisik kerangka anatomisnya dari dan dengan berbagai alat metodologisnya. Kenyataan ini tentu sama sekali tidak berarti bahwa kita harus membanggakannya, tapi bagaimana kemudian kita mampu melahirkan sebuah lembaga yang mampu mengusung symbol kemajuan, progressifitas, yang pada dasarnya tidak memasung diri pada pemaknaan-pemaknaan yang bersifat ambiguitas.


Diatas telah dijelaskan, apa kira-kira yang menyebabkan lahirnya dua fenomena pesantren yang anomali tersebut??? Banyak yang mengira bahwa penyerapan pesantren terhadap segala hal yang berbau modern telah mencapai anti klimaks. Artinya, bahwa semodern-modernnya pesantren mengingat ia tumbuh dan mengakar dalam alam tradisional telah menyebabkan "potensi kemajuan" pesantren "menghantam" modernitas sendiri. Pesantren telah dianggap memanfaatkan modernitas sebagai alat untuk menghancurkan sendi-sendi peradaban modern yang bermuara dari dunia barat. Pesantren mempelajari politik modern bukan untuk mengembangkan negara modern, tapi justru untuk menyingkirkan elemen masyarakat politik yang anti Islam. Apakah seperti itu pemahaman pesantren? Jawabannya adalah tidak!

Demikian halnya dengan Renaisains, yang merupakan gerakan yang ingin membebaskan manusia dari mitos-mitos serta pemikiran manusia, yang tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri karena nasibnya mutlak dikuasai Dewa. Melalui filsafat rasionalisme, gerakan ini telah melahirkan revolusi pemikiran paham keagamaan. Bahwa pada dasarnya manusia itu merdeka. Semangat pembebasan diri inilah yang menjadi latar antagonisme terhadap agama.

Secara nyata, masuknya konsep modernitas pada dunia pesantren, bisa dilihat dari sistem pendidikan modern. Dalam sejarah Islam di Indonesia, modernisasi pesantren pada dasarnya telah berlangsung sejak lama, paling tidak sejak abad ke 19 pesantren telah mengadopsi sistem pendidikan modern. Dari sinilah kemudian tengah berada dalam proses pergumulan antara identitas dan keterbukaan.

Sumber :
Mozaik Pesantren_edisi 01/Th.I/Oktober/2005. hal. 101 - 105

Comments

Popular Posts